BENNY J. MAMOTO DAN PERKEMBANGAN SENI BUDAYA SULAWESI UTARA
Karya : Fredy
Sreudeman Wowor*
Salah
satu fenomena budaya yang mulai muncul pada kisaran tahun 2006 lalu adalah
diadakannya beberapa simposium budaya yang menekankan pada penggalian seni-seni
tradisi di Sulawesi Utara
Seperti
Maengket, Kabasaran,Kolintang,Tari Jajar, Mahamba, Tari kabela dan Musik bia.
Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan pengadaan festival-festival seni
budaya yang diadakan di hampir seluruh wilayah Sulawesi Utara yang melibatkan peserta yang sangat banyak dan
dicatat dalam museum rekor. Selain itu juga diadakan penerbitan buku sejarah
dan bahasa.
Adapun organisasi yang menjadi fasilitator dari penyelenggaraan iven-iven
budaya ini adalah Institut Seni Budaya Sulawesi Utara. Institut Seni Budaya ini dipimpin oleh seorang putra kawanua bernama
Benny J. Mamoto.
Menjawab beberapa pertanyaan tentang keterlibatannya
dalam kegiatan-kegiatan budaya ini, dia mengatakan dalam pidato refleksi akhir
tahun 2007 di gedung Pingkan Matindas, ”
Pertama,Selama seperempat abad ini, saya menekuni secara optimal profesi sebagai seorang
polisi, aparat hukum dan kamtibmas, selama menjalani tugas profesional inilah
saya menjadi orang yang sangat menyadari mutlak pentingnya faktor budaya.
Betapa banyak problem sosial dan
hambatan dalam penegakan hukum yang berpangkal dari masalah nilai-nilai budaya
yang hidup dalam masyarakat. Kedua, karena
sebagai anak keturunan Minahasa Sulawesi Utara yang tumbuh di rantau, saya
ingin menikmati kehangatan akar budaya
dan menerima kekayaan batin dari kebudayaan yang luhur ini. Apakah salah
jika saya ingin lebih dekat dengan kebudayaan leluhur saya sendiri? Adakah
sesuatu yang bisa mencabut hak azasi saya di bidang kebudayaan ? Ketiga, sebagai seorang anak yang menghargai amanat orang tua, saya
berusaha memenuhi pesan orang tua untuk tidak lupa dengan tanah leluhur dan dengan sadar memberikan perhatian terhadap tanah leluhur saya di minahasa di
sulawesi utara.
Apa sebenarnya arti dari semua kegiatan ini, bila dikaitkan
dengan eksistensi perkembangan Seni Budaya di Sulawesi Utara?
Pendapatku, pertama,kehadiran
seorang Benny J. Mamoto secara pribadi yang dengan sadar dan penuh inisiatif
melibatkan diri dengan memberikan perhatian, waktu dan dana dalam kegiatan-kegiatan seni
budaya di Sulawesi Utara, telah mengisi salah satu ruang paling mendasar dalam
proses perkembangan kebudayaan yaitu posisi Maicenas atau pemerhati dan pemberi
dana untuk menunjang kegiatan seni budaya. Pilihannya menjadi maicenas ini,
membuktikan keseriusannya untuk terlibat dalam kegiatan budaya di Sulawesi
Utara karena hanya orang yang benar-benar mengamati perkembangan seni-budaya di
sulawesi utara ini yang akan melihat bahwa celah yang kosong dalam peta
seni-budaya kita adalah tidak adanya maicenas yang secara konsisten menunjang
aktivitas-aktivitas para pekerja seni dan budaya, padahal kalau kita mau
mengamati perkembangan seni budaya di seluruh dunia maka kita akan melihat
betapa berarti dan pentingnya peran maicenas dalam mendinamisir aktivitas-aktivitas
seni dan budaya. Di Cina misalnya sejak masa negara-negara berperang, Raja-raja
muda yang menguasai benteng atau wilayah tertentu dengan sadar menjadi
pendukung aktivitas para seniman bahkan dengan penuh inisiatif mengundang
mereka untuk tinggal dan berkarya di wilayah atau bentengnya. Situasi ini tidak
beda jauh dengan kondisi di Jepang dan India (Baca: Kisah Musim Semi dan Musim
Gugur karya Kong Fu Tsu, Kisah Tiga Negara karya Lo Koan Tjung, Taiko karya
Eiji Yoshikawa, serta Mahabrata dan Ramayana). Di Minahasapun situasinya
dahulu tidak jauh berbeda karena sampai kisaran tahun 1800-an, sebuah Tumpukan
kabasaran di Minahasa akan dibiayai aktivitasnya oleh Walak yang bersangkutan. Kedua, Pembentukan sebuah Institut
Seni-Budaya di Sulawesi Utara sebagai lembaga dinamisator sekaligus pusat
pendidikan dan pengembangan seni budaya membuktikan bahwa usaha pembangunan
seni budaya ini bisa berlangsung terus menerus dan terarah. Pentingnya sebuah
institut atau lembaga dinamisator sejenis dalam menunjang aktivitas seni budaya
dapat kita lihat misalnya di Jerman dengan Bauhausnya dan Sekolah Frankfurt,
Rusia dengan Moskow art Theatrenya, Amerika dengan Federal Theatre Project dan
Esalen Institut, Inggris dengan Centre of Cultural Studiesnya. Ketiga,pilihan untuk menemukan kembali
nilai-nilai berharga dari masa lalu melalui penggalian akan seni-seni tradisi
baik melalui simposium, penerbitan buku sejarah dan bahasa maupun festival seni
budaya yang dilakukan secara masal membuktikan bahwa upaya pengembangan seni
budaya yang dilakukan berhulu dari kesadaran akan keberadaan diri sendiri dan
bermuara pada usaha untuk menegakkan
identitas.
“ Apa yang saya lakukan bersama teman-teman
dengan mengedepankan segi kuantitas, seperti sejumlah rekor MURI untuk berbagai cabang seni
tradisional secara massal, tak lain dari semacam upaya untuk membangun
kesadaran dan ingatan masyarakat luas bahwa seni budaya adalah satu faktor.
Seni budaya kita ada. Seni budaya adalah
bagian eksistensial diri kita sendiri. Kita tidak dapat mengabaikannya begitu
saja”, demikian Benny J. Mamoto mengatakan dalam sebuah dialog budaya di
gedung Pingkan Matindas akhir tahun 2007 yang lalu.
Upaya menegakkan identitas dan melawan pelupaan
memang merupakan pilihan yang tidak bisa
kita tawar-tawar lagi sebab bila kita
lalai maka bola globalisasi akan
melindas dan menghomogenisasikan kita.
Pada saat itu kita tidak lebih nilainya dari bangkai-bangkai yang berjalan.
Pada akhirnya waktulah yang akan menentukan arti dari semua ini, karena
paling tidak satu hal telah dimulai. Satu langkah pasti untuk menegakkan
identitas.
* Sastrawan,
Aktif di Teater Kronis Manado
Sekarang Dosen di Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra Unsrat
Komentar
Posting Komentar